NEWS

Siap-Siap! Saham Batu Bara Bisa Kembali Panas Tahun Ini

Usai terbang pada 2022, harga batu bara hancur lebur pada 2023. Harga batu bara diharapkan menggeliat pada tahun ini dengan ditopang oleh pemangkasan suku bunga.

Harga batu bara melambung 156,7% pada 2022 tetapi kemudian ambruk 64,9% pada 2023. Normalisasi pasokan serta melandainya pertumbuhan ekonomi global akibat tingginya suku bunga menekan harga pasir hitam.

Menjelang 2024, pelaku pasar batu bara mendapat kabar gembira dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). The Fed mulai mengisyaratkan pemangkasan suku bunga untuk 2024. Bank Indonesia diharapkan bisa mengikuti kebijakan BI dengan memangkas suku bunga. Sejumlah analis memperkirakan BI mulai memangkas suku bunga pada semester II-2024.

Historis pergerakan saham batu bara dapat menjadi landasan untuk menggambarkan korelasi kebijakan suku bunga dengan prospek saham batu bara di masa mendatang.

Sejarah menunjukkan bahwa kebijakan suku bunga memiliki dampak signifikan pada pergerakan pasar keuangan, terutama pada sektor ekonomi tertentu. Salah satunya sektor komoditas yang pergerakan harganya erat kaitannya dengan suku bunga.

Data menunjukkan pemangkasan suku bunga terjadi sekali pada 2015, enam kali pada 2016, dua kali pada 2017, empat kali pada 2019, lima kali pada 2020, dan sekali pada 2021.

Kendati demikian, pemangkasan suku bunga tidak dapat langsung ditranslasikan terhadap kenaikan harga komoditas. Uji backtest dilakukan pada tiga saham batu bara yang menjadi sampel yaitu PT Adaro Energy Indonesia (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA), dan PT Indika Energy (INDY).

Pemangkasan suku bunga yang dilakukan pada 2015 sebanyak sekali masih belum kuat mengangkat saham batu bara mengalami rebound. Namun, kenaikan harga baru terlihat pada periode 2016-2017 seiring dengan total pemangkasan yang terjadi selama dua tahun tersebut sebanyak 8 kali.

Kebijakan pemangkasan suku bunga kembali dilakukan pada 2019. Namun, ketiga saham yang menjadi sampel menunjukkan adanya tren penurunan yang juga bertepatan dengan adanya pandemi Covid-19.

Saham batu bara baru kembali memasuki fase bullish pada 2020-2022 seiring dengan harga batu bara yang mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa menembus US$450 per ton. Pasca tren positif, saham batu bara harus merana pada 2023 dengan adanya tren penurunan harga.

Hal ini dapat menjadi peluang saham batu bara menunjukkan performanya pada 2024 seiring dengan pernyataan Jerome Powell yang mengisyaratkan adanya pemangkasan tahun ini. Secara garis besar, tren penguatan harga saham batu bara tidak dapat sepenuhnya dikorelasikan dengan kenaikan harga saham, meski sentimen tersebut cukup mempengaruhi pergerakan harga.

Hal ini didasarkan pada kinerja saham batu bara yang relatif terkoreksi pada 2019, meski kebijakan pelonggaran keuangan diterapkan. Salah satu faktor tidak terjadinya penguatan harga disebabkan oleh adanya faktor eksternal pandemi Covid-19 yang menyebabkan ketidakpastian pasar.

Analisis data historis IHSG menunjukkan bahwa sektor batu bara cenderung merespons positif terhadap penurunan suku bunga. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa perusahaan batu bara seringkali memiliki struktur modal yang signifikan, dan penurunan suku bunga dapat mengurangi beban bunga mereka. Selain itu, penurunan suku bunga dapat meningkatkan daya tarik investasi di sektor ini.

Dari sisi permintaan, pemangkasan suku bunga dapat berdampak positif dengan permintaan industri yang meningkat. Artinya, kebutuhan listrik akan semakin besar, sehingga harga komoditas menguat begitu juga dengan harga sahamnya.

Dalam menghadapi tahun 2024, dimana pemangkasan suku bunga diharapkan, investor mulai mengharapkan adanya perbaikan permintaan dari pasar global. Indonesia sebagai negara eksportir batu bara terbesar di dunia tentunya besar kemungkinan akan turut memanfaatkan momentumnya, sehingga dapat menjadi sentimen penguat kinerja keuangan yang akan mendorong harga sahamnya.

Pemangkasan Suku Bunga dan Dampaknya pada Beban Modal

Pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia memiliki dampak langsung pada beban modal perusahaan batu bara. Sebagai sektor yang memerlukan investasi besar dalam eksplorasi, pengembangan, dan infrastruktur, penurunan suku bunga dapat mengurangi biaya modal dan meningkatkan potensi keuntungan.

Kondisi Pasar Global dan Harga Komoditas

Pada saat yang sama, prospek saham batu bara juga sangat terkait dengan kondisi pasar global dan harga komoditas. Data historis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan bahwa fluktuasi harga komoditas, terutama batu bara, dapat mempengaruhi performa saham perusahaan di sektor ini.

Kebijakan Energi dan Lingkungan

Kebijakan energi dan lingkungan juga memainkan peran dalam membentuk prospek saham batu bara. Dengan meningkatnya kesadaran akan dampak lingkungan, perusahaan batu bara yang mampu mengadaptasi kebijakan energi bersih dan ramah lingkungan mungkin memiliki keunggulan kompetitif.

Dinamika Global dan Dampaknya pada IHSG

Sementara itu, kita tidak dapat mengabaikan dinamika global yang turut mempengaruhi IHSG dan, pada gilirannya, saham batu bara. Persaingan ekonomi global, perubahan iklim, dan ketidakpastian geopolitik semuanya dapat berdampak pada stabilitas pasar keuangan Indonesia.

Data historis IHSG mengindikasikan bahwa kondisi eksternal seperti pandemi Covid-19 mampu menahan kenaikan harga saham batu bara di tengah pemangkasan suku bunga. Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan perkembangan global yang mungkin mempengaruhi prospek saham batu bara pada 2024.

Dalam menyusun strategi investasi di sektor batu bara, analisis fundamental juga menjadi kunci. Data historis IHSG memberikan landasan untuk analisis fundamental, dengan fokus pada kinerja keuangan perusahaan, prospek pertumbuhan, dan kebijakan industri.

Dengan mempertimbangkan data historis IHSG, kebijakan suku bunga, dan dinamika pasar global, investor dapat memulai tahun 2024 dengan bijak. Terutama dengan sentimen yang dapat mempengaruhi harga komoditasnya.

Analis Industri Pertambangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Ahmad Zuhdi, memperkirakan harga batu bara 2024 diproyeksi, berada di rata-rata di kisaran harga US$ 117 per ton, jauh di bawah rata-rata sepanjang 2023 yang mencapai US$ 175 per ton. Zuhdi memperkirakan bahwa akan ada pembentukan equilibrium harga baru sekitar US$ 80-100 per ton pada 2025.

———————————–

Sumber : Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia